Santripreneur; Pesantren, Ekonomi dan Indonesia Emas 2045

Menuju 100 tahun kemerdekaan, negara kita telah mewacanakan berbagai konsep untuk menyongsong Indonesia emas 2045. Program-program pembangunan berkelanjutan terus digerakkan sebagai upaya pengembangan dan peningkatan potensi sumber daya yang tersedia. Tentunya cita-cita tinggi ini melibatkan peran dari seluruh elemen bangsa tanpa memandang suku, ras, agama, jenis kelamin, pekerjaan dan identitas apapun. Generasi intelektual dari berbagai disiplin ilmu digadang akan menjadi tokoh-tokoh utama penggeraknya, termasuk para intelektual muslim dari kalangan santri. Lantas apa yang bisa diharapkan dari para ‘kaum sarungan’ ini?

Paradigma pendidikan pesantren seringkali masih dianggap sebagai pendidikan yang kuno dan kolot. Kebanyakan mindset semacam ini muncul karena mereka hanya melihat sekilas pada pesantren yang melaksanakan kegiatan belajar dengan sistem tertutup dan masih memakai rujukan kitab-kitab klasik. Produk pendidikan pesantren dianggap hanya fokus terhadap hal-hal yang berbau agama, terlalu kuat memegang tradisi budaya lama, dan sulit menerima hal-hal baru serta berideologi konservatif. Bahkan tak sedikit yang beranggapan bahwa pesantren adalah sarang terorisme. Padahal fakta di lapangan sangat jauh berbeda. Pesantren telah bertransformasi sebagai lembaga pendidikan yang maju dan progresif tanpa meninggalkan identitasnya sebagai kawah candradimuka keilmuan spiritual.

Pemberdayaan Ekonomi Pesantren

Merespon perkembangan zaman di era disruptif dan serba canggih, pesantren turut mendidik santri sebagai anak zamannya. Pemberdayaan ekonomi pesantren menjadi salah satu bentuk ikhtiar optimalisasi potensi sumber daya manusia yang ada di dalamnya. Hal ini bertujuan agar nantinya mereka tetap mampu bersaing dalam mengikuti ganasnya arus kehidupan di luar pesantren. Dan di kemudian hari lahirlah generasi santripreneur, wirausaha muslim dari kalangan santri.

Pendidikan kewirausahaan atau edupreneurship dari internal pesantren sendiri masih bisa dibilang kurang mumpuni. Kendati demikian, kini negara sudah mulai hadir melalui perpanjangan tangan lembaga kementerian dari sektor ekonomi maupun pendidikan dalam wujud bantuan berupa pelatihan-pelatihan sekaligus bantuan modal kewirausahaan secara fisik dan materi. Sehingga sejak di dalam naungan pesantren santri telah dilatih untuk berwirausaha dengan prinsip-prinsip intregasi-interkoneksi antara keilmuan ekonomi umum dan Islam. Dari sinilah karakteristik kemandirian pesantren akan dibuktikan salah satunya dengan output santri yang mandiri.

Berdasarkan hasil riset Kementerian Agama, hingga Oktober 2022 jumlah lembaga pondok pesantren di Indonesia tercatat sebanyak 35.093 unit pondok, dengan jumlah total keseluruhan santri sebanyak 4.765.207 orang. Dan sejak 2013, telah ada puluhan ribu santri yang secara aktif mendapat pembinaan dari Kementerian Perindustrian untuk menjadi wirausaha industri yang berkontribusi bagi perekonomian nasional.1Terbentuknya komunitas wirausaha di kalangan santri seperti Komunitas Santripeneur dan Himpunan Pengusaha Santri Indonesia (HIPSI) juga turut menunjang perkembangan kualitas edupreneurship di lingkungan pesantren.

Baca Juga : Menguatkan Eksistensi Santri di Era Globalisasi; Peringatan HSN 2022 KMNU UIN SUKA

Tipologi pesantren di Indonesia tidak hanya terbagi menjadi pesantren salaf (klasik) dan khalaf (modern). Dari sekian banyak lembaga pesantren yang berdiri masing-masing memiliki karakteristik identitas yang kuat dan berbeda-beda. Diantaranya terdapat pesantren yang memang difokuskan (secara khusus) untuk mempelajari dan menghafal al-Qur’an, penguasaan bahasa, kajian kitab-kitab klasik, pendalaman ilmu tasawuf, dan masih banyak lainnya. Saat ini juga mulai banyak berdiri beberapa pesantren yang tergabung dengan lembaga pendidikan formal negeri. Salah satunya yakni model pesantren mahasiswa (ma’had al jami’ah) yang dikelola oleh pihak kampus.

Terlepas dari berbagai keragaman jenis pesantren tersebut pendidikan kemandirian bagi santri dalam hal ekonomi menjadi salah satu materi tambahan yang hampir selalu diberikan di setiap lembaga pesantren. Karena hal ini berkaitan dengan tuntutan bagi pesantren dalam mengikuti arus transformasi sosialnya.2

Santripeneur Vis A Vis Visi Indonesia Emas 2045

Visi Indonesia Emas 2045 bukan semata-mata jargon harapan dalam rangka mengglorifikasi umur kemerdekaan negara. Namun memang sudah seharusnya bangsa kita memiliki target-target pencapaian yang jelas di masa yang akan datang. Adanya perkiraan bonus demografi yang cukup besar menjadi perhatian kita saat ini untuk berinovasi dalam mengelola sumber daya manusia dengan cermat. Terutama berkaitan dengan hal pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan.

Tingkat kesejahteraan negara tidak lepas dari sepak terjang pertumbuhan sektor ekonomi. Setidaknya ada 3 tantangan yang berkaitan dengan laku ekonomi negara dalam mencapai Indonesia Emas 2045. Diantaranya ialah tantangan pekerja, yang mana sebagian pekerja kita adalah pekerja informal yang tidak bekerja sesuai bidangnya, kemudian kurangnya tenaga kerja ahli karena masalah pendidikan keahlian, dan yang terakhir adalah dampak dari adanya perubahan iklim.3

Baca Juga : Takzim terhadap Guru Sebagai Kunci Sukses Menuntut Ilmu

Santripreneur yang berperan sebagai aktor wirausaha muslim dari kalangan santri tentu memiliki potensi besar mewujudkan target kesejahteraan nasional di masa depan. Karakter santri yang jujur, sabar, rajin, gigih dan ulet menjadi faktor pendorong keberhasilan mencapai kesuksesan. Dalam menghadapi tantangan- tantangan menuju Indonesia Emas 2045, para santri dinilai memiliki nilai lebih untuk mampu bertahan dan menyelesaikannya. Optimisme ini lahir karena melihat bekal intregasi-interkoneksi keilmuan yang telah didapatkan santri dari pendidikan pesantren. Santri yang telah melek perkembangan zaman dan berpemikiran maju adalah generasi emas.

Kehadiran negara dalam lingkup pendidikan pesantren kiranya juga perlu ditingkatkan lebih baik lagi pada kesungguhan dan konsistennya. Tentu bukan berarti kemudian negara boleh menggeser ataupun mengambil alih kendali atas pesantren. Namun makna kehadiran di sini berwujud kerja sama kebaikan yang saling menguntungkan dan mendatangkan kemaslahatan bagi umat.

Hegomoni modernitas bagi pesantren ibarat ombak ganas di tengah lautan perkembangan zaman. Namun para santripreneur adalah pelaut yang berjiwa tangguh dan pemberani. Dengan tetap berpedoman pada dasar keimanan dan spiritualitas tanpa meninggalkan kecakapan berpikir, maka bukanlah mimpi belaka bila wirausaha muslim dari kalangan ‘kaum sarungan’ ini mampu berperan aktif dalam mencapai visi berkilaunya emas kesejahteraan negara Indonesia pada tahun 2045.

1 Redaksi Kemenperin RI. 2022, 8 September. Topang Ekonomi Nasional, Program Santripreneur Tumbuhkan Sektor IKM. Diakses dari https://kemenperin.go.id/artikel/23511/Topang-Ekonomi- Nasional,-Program-Santripreneur-Tumbuhkan-Sektor-IKM pada 11 Otober 2022.

2 HM Amin Haedari, dkk. Masa Depan Pesantren; Dalam Tantangan Modernitas dan Tantangan Kompleksitas Global. (Jakarta: IRD Press, 2004), halaman 177-182

3 Rully R. Ramli. 2022, 21 Juli. Menuju Generasi Emas 2045 Ini 3 Tantangan Besar yang Dihadapi RI. Diakses dari https://money.kompas.com/read/2022/07/21/190000826/menuju-generasi- indonesia-emas-2045-ini-3-tantangan-besar-yang-dihadapi-ri?page=all pada 11 Oktober 2022.

Penulis : Ummi Kiftiyah (Pemenang Lomba Essay Hari Santri Nasional KMNU UIN Sunan Kalijaga 2022)

Artikel yang Direkomendasikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *