ABSTRACT
Through Presidential Decree No. 20 of 2015, the santri community was recorded as a group that
played a major role in the struggle for Indonesian independence. Therefore, October 22 was
designated as National Santri Day which is based on the issuance of the fatwa on the jihad
resolution voiced by KH. Hasyim Asy’ari in igniting the spirit of Muslims, especially santri to
defend the independence of the Indonesian nation. As time goes by, the resolution of jihad will
always be held firmly, will be eternal in the heart, and is evident in the actions of the santri by
adapting to the progress of the times in order to protect this homeland. Solving jihad is not only a
matter of physical warfare, but also in various aspects of life following the development of the
times. Now millennial santri must play an active role as promoters and creatively respond to the
development of the times. In addition to studying religious knowledge and serving the kyai, santri
must also be aware of technological developments, and be proficient in playing lectures in
society in various fields. With this, it is hoped that santri can help advance the Indonesian nation
to be prosperous, just, and prosperous.
Keywords: Santri, Jihad Resolution, Millennial Santri
ABSTRAK
Melalui Keppres No. 20 Tahun 2015, kaum santri dicatat sebagai kalangan yang berperan besar
dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. Oleh karena itu, pada tanggal 22 Oktober ditetapkan
sebagai Hari Santri Nasional yang berpatok pada keluarnya fatwa resolusi jihad yang disuarakan
oleh KH. Hasyim Asy’ari dalam mengobarkan semangat umat Islam, khususnya para santri
untuk mempertahankan kemerdekaan bangsa Indonesia. Seiring berkembangnya zaman, resolusi
jihad akan selalu dipegangteguh, akan abadi dalam hati, dan nyata dalam tindakan oleh para
santri dengan menyesuaikan kemajuan zaman demi menjaga tanah air ini. Resolusi jihad tidak
melulu persoalan peperangan fisik, tetapi juga dalam berbagai aspek kehidupan mengikuti kemajuan zaman. Kini santri milenial harus berperan aktif sebagai promotor dan kreatif
merespon perkembangan zaman. Selain menekuni ilmu agama dan mengabdi kepada kyai, santri
juga harus melek terhadap perkembangan teknologi, serta cakap dalam memainkan perannya di
masyarakat dalam berbagai bidang. Dengan ini diharapkan para santri dapat membantu dalam
memajukan bangsa Indonesia yang Sejahtera, adil, dan makmur.
Kata Kunci: Santri, Resolusi Jihad, Santri Milenial
PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara terbesar di Asia Tenggara yang memiliki banyak sekali keberagaman suku, ras, dan agama, serta kekayaan yang melimpah. Di samping itu, Indonesia pernah mengalami penjajahan yang dilakukan oleh negara-negara barat yang bertujuan untuk mengambil danmerampas kekayaan yang ada di Indonesia. Banyak sekali terjadi perlawanan terhadap negara penjajah, entah dari daerah-daerah tertentu, ataupun dari golongan-golongan
tertentu di Indonesia. Hingga pada akhirnya, Indonesia mampu meraih kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945.
Kemerdekaan Indonesia tidak lepas dari peran ulama dan santri. Berbagai pergerakan yang dilakukan oleh umat Islam begitu tampak mewarnai sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia. Pesantren sendiri, sebagai wadah berlangsungnya kegiatan para santri, selama penjajahan memiliki peran ganda, yaitu sebagai tempat penyebaran ilmu agama Islam, maupun sosial, dan sebagai tempat penggemblengan para santri dan umat Islam untuk menumbuhkan sikap nasionalisme dan semangat jihad untuk menjaga negeri ini.
Kemudian muncul fatwa yang menggugah umat Islam dan menakutkan para penjajah, yaitu fatwa resolusi jihad yang dikumandangkan oleh KH. Hasyim Asy’ari untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia dari penjajah. Keterlibatan santri dan kyai dalam perang melawan penjajah menjadi sejarah yang terbantahkan, betapa besar peran para santri dan kyai terhadap kemerdekaan Indonesia. Di sisi lain, makna jihad sendiri tidak hanya diartikan sebagai perang fisik, namun dapat diartikan lebih luas. Pada zaman milenial ini, jihad tidak melulu persoalan peperangan fisik, namun juga mencakup perjuangan dalam berbagai bidang bidang, seperti pendidikan, sosial, dan ekonomi. Makna resolusi jihad ini harus selalu ditekankan dan melekat pada semua warga negara, khususnya yang ditekankan di sini yaitu kalangan santri. Untuk membangun bangsa ini tentu harus memiliki sifat nasionalisme yang tinggi dan diiringi dengan pengetahuan yang tinggi guna menguasai berbagai aspek kehidupan di semua bidang. Seiring berkembangnya zaman ini, tentu jangan sampai lepas dari makna resolusi jihad itu sendiri. Khususnya bagi kalangan santri, resolusi jihad harus abadi di dalam benak hati dan harus dilaksanakan dengan nyata dalam tindakan. Artikel ini akan mengupas lebih dalam tentang makna resolusi jihad bagi kalangan santri terhadap bangs aini seiring kemajuan zaman.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode studi pustaka atau literatur. Data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari sumber sumber literatur, seperti buku, jurnal ilmiah, dan artikel terkait resolusi jihad: abadi dalam hati, nyata dalam tindakan. Data yang diperoleh kemudian dianalisis secara deskriptif untuk mengidentifikasi kesamaan, perbedaan, dan tantangan dalam memaknai resolusi jihad seiring dengan perkembangan zaman.
ISI DAN PEMBAHASAN
Fatwa Resolusi Jihad
Para ulama NU dari berbagai pondok pesantren tak henti-hentinya menyuarakan semangat terhadap kemerdekaan Indonesia. Pada tahun 1945, para ulama NU memanfaatkan kelemahan Jepang yang mulai terhimpit oleh sekutu dengan melakukan persiapan-persiapan menyongsong kemerdekaan untuk dengan membentuk laskar Hizbullah di pondok pondok pesantren. KH. Hasyim Asy’ari mengumpulkan konsul-konsul Nahdlatul Ulama di kantor Pengurus Besar Nahdlatul Ulama di Surabaya pada tanggal 21-22 Oktober 1945. Dalam pertemuan ini yang dipimpin oleh KH. Wahab Chasbullah, KH. Hasim Asy’ari mengeluarkan fatwa resolusi jihad. Isi resolusi jihad tersebut antara lain, perintah melawan penjajah merupakan kewajiban fardhu ain bagi semua muslim, baik laki-laki, Perempuan, maupun anak anak yang berada dalam jarak 94 km dari tempat peperangan. Bagi kaum muslim yang berada di luar jarak tersebut, kewajiban berperang menjadi fardhu kifayah, artinya cukup dikerjakan perwakilan atau sebagian saja. Dengan diadakannya pertemuan tersebut, akhirnya ditetapkanlah tanggal 22 Oktober sebagai Hari Santri Nasional.
Fatwa resolusi jihad tersebut mendorong para pejuang untuk pantang mundur melawan kolonial. Resolusi jihad ini menyeru kepada seluruh elemen bangsa, khususnya umat Islam untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia yang telah diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945. Pada pertempuran 10 November 1945 di Surabaya, laskar ulama santri dari berbagai daerah berada di garda terdepan dalam pertempuran tersebut. Resolusi jihad juga pecah di Semarang, yaitu pada Perang Sabil Palagan Ambarawa. Para laskar ulama santri juga terus menggencarkan pertempuran untuk mempertahankan daerahnya masing-masing, termasuk di tanah Pasundan. Nilai-nilai dalam resolusi jihad tidak hanya mencerminkan semangat juang dalam perjuangan kemerdekaan, tetapi juga menjadi dasar dalam pembangunan karakter bangsa Indonesia. Resolusi jihad merupakan manifestasi nyata dari semangat kemerdekaan. Nilai ini mendorong umat Islam Indonesia untuk berjuang meraih dan mempertahankan kemerdekaan yang telah diraih. Resolusi jihad menyerukan persatuan seluruh umat Islam Indonesia dan menumbuhkan semangat keberanian dalam menghadapi ancaman penjajahan. Nilai persatuan ini menjadi pondasi bagi terbentuknya bangsa Indonesia yang kuat dan bersatu. Resolusi jihad juga sebagai warga negara karena setiap individu memiliki tanggung jawab untuk ikut serta dalam pembangunan bangsa. Selain itu, adanya resolusi jihad juga mengandung nilai kemanusiaan yang mana harus membebaskan diri dari penjajahan karena setiap manusia memiliki martabat yang sama. Makna yang terkandung di dalam resolusi jihad ini ditujukan, utamanya bagi kalangan santri. Selain sebagai kewajibannya untuk menuntut ilmu di pondok pesantren dan mengabdi pada pengasuh atau kyai, santri sejatinya tetap mengemban tugas untuk menjujung tinggi dalam membela bangsa dan negara. Dari ilmu-ilmu yang telah didapatkan di pesantren tentu haruslah diterapkan di masyarakat, terkhusus dalam berbangsa dan bernegara.
Relevansi Resolusi Jihad di Kemajuan Zaman
Istilah santri semakin menjadi perbincangan ketika Presiden Joko Widodo mengeluarkan Keppres No. 22 tahun 2015. Kaum santri memiliki peran yang besar dalam sejarah kemerdekaan Indonesia. Fatwa resolusi jihad yang dikeluarkan oleh KH. Hasyim Asy’ari ini merupakan sebuah dobrakan bagi santri untuk senantiasa menjaga dan memajukan tanah air Indonesia dan siap mengajarkan pentingnya tanggung jawab mati demi kemerdekaan Indonesia. Ini yang merupakan sebuah momentum yang akhirnya ditetapkanlah Hari Santri Nasional sebagai apresiasi bagi para santri dan kyai terhadap perjuangan kemerdekaan bangsa ini dan akan selalu menjadi sebuah motivasi pegangan hidup bagi warga negara Indonesia, khususnya para santri. Seiring dengan kemajuan zaman, muncullah istilah baru yang menjadi perbincangan di kalangan pesantren, yaitu santri milenial. Istilah ini sangat menarik karena memadukan dua kultur yang berbeda. Seorang sdantri tidak sekedar santri yang hanya menggunakan sarung dan peci, tetapi mereka juga mempunyai cakrawala pengetahuan yang sangat luas, dikarenakan mereka memperoleh ilmu dari dunia yang semu, yaitu internet. Di samping itu, mereka senantiasa hormat dan patuh terhadap kyai, namun pola pikir mereka mampu menjelajah sekaligus menyaring ajaran-ajaran dan ilmu dari siapapun dan di manapun. Santri milenial pada zaman sekarang ini merupakan generasi yang meolmpat jauh melebihi jangkauan para pendahulunya, namun tidak menghilangkan identitasnya sebagai seorang santri. Dengan segala ciri khas yang dimiliki, santri millenial telah menempati sudut pandang tersendiri di hati masyarakat Indonesia. Dapat dipastikan bahwa sudut pandang masyarakat terhadap santri kini senantiasa menempati ruang sosial yang positif. Pada saat di pesantren, santri milenial belajar nilai-nilai kehidupan yang selalu menyesuaikan dengan ciri kehidupan generasi modern ini. Mereka tidak buta dengan permasalahan-permasalahan di luar pesantren. Para santri mampu menggunakan internet dan sosial media sebagai alat pendukung untuk mengembangkan ilmu dan kreativitas mereka, khususnya dalam berdakwah. Santri milenial tidak hanya memiliki daya saing intelektual dan manajerial saja, tetapi juga mempunyai daya yang handal dalam menghadapi tantangan hidup dengan pola piker dan tindakan yang mengena di tengah masyarakat. Para santri dahulu berjuang dengan mengangkat senjata demi meraih cita-cita merdeka dari penjajahan. Dikarenakan penjajahan membuat diri masyarakat terancam, sulit untuk melaksanakan kegiatan keagamaan, harta pun dijarah, hingga martabat pun dioyak-oyak. Memerangi penjajah yang telah berbuat demikian adalah suatu kewajiban bagi setiap individu. Hal itu juga menjadi sikap patriotik seorang santri. Mereka rela untuk meninggalkan pengajiannya jika peperangan sudah diperintahkan oleh sang kyai. Namun, saat ini di Tengah bangsa yang telah Merdeka, tentu bentuk patriotisme bukan lagi dengan mengangkat senjata, melainkan menyalurkan kontribusi kita melalui pengetahuan dalam berbagai bidang. Seperti misalnya, dalam bidang kebudayaan, santri dapat menyumbangkan pemikiran dan usahanya untuk melestarikan tradisi yang telah berlangsung menginovasikannya, sejak dan dahulu , terus mengkreasikannya sehingga terus hidup di tengah zaman globalisasi saat ini yang merupakan salah satu langkah santri dalam memegang teguh makna resolusi jihad untuk negeri ini. Berikut peran-peran santri dalam memegang teguh makna resolusi jihad hingga saat ini dan seterusnya untuk bangsa ini, yaitu: 1. Santri Berwawasan Kebangsaan Dalam rangka membangun bangsa ini menuju ke basa yang berperadaban emas, haruslah santri memiliki daya intelektual kebangsaan yang handal dengan dilandasi oleh Pendidikan, keahlian, keterampilan, akhlak, keteguhan, kepribadian, kejujuran, keberanian, keadilan, serta keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT. Sehingga seorang santri mampu tampil mumpuni di era derasnya arus globalisasi. 2. Santri Anti-Hoax Dalam ajaran Islam, akal termasuk salah satu keutamaan yang harus dijaga selain agama, jiwa, keturunan, dan harta. Saat ini, hoax adalah informasi yang menyimpang dari fakta yang masih dapat diteliti dengan menggunakan pikiran. Oleh karena itu, hoax dapat dibasmi dengan senjata akal sehat. Dengan hal ini, santri pasti bisa untuk menjadi agen perubahan yang sekaligus anti terhadap memecah belah. bahaya hoax yang 3. Santri Anti Radikalisme dan Terorisme Perang melawan radikalisme dan terorisme bukanlah sesuatu yang mudah. Ideolosi radikalisme sangat cepat menyebar di kalangan anak muda, yang mana ini menyebabkan kasus terorisme di negeri ini seolah-olah tak pernah berhenti. Pada kemajuan teknologi sekarang ini, kelompok-kelompok radikal gencar memanfaatkan media sosial seperti YouTube untuk menyebarkan pemahaman mereka yang menyimpang. Oleh karena itu, seorang santri milenial harus cerdas dan bijak dalam memperoleh informasi dan memiliki komitmen untuk melawan
ikalisme dan terorisme di era globalisasi ini, serta jangan menjadi generasi pasif yang mudah terpengaruh oleh pihak-pihak lain yang menyimpang. 4. Santripreneur Santripreneur merupakan seorang santri yang memiliki jiwa unruk menjadi seorang pengusaha mandiri yang bergelut di dunia bisnis. Santripreneur ini mendorong untuk menjadi wirausaha baru di lingkungan pondok pesantren, sekaligus menjadi pemberdayaan Industri Kecil dan Menengah (IKM). Dengan hal ini, santri milenial dituntut untuk tidak hanya mendalami ilmu agama, tetapi juga mampu berwirausaha. 5. Santri Anti-Korupsi Korupsi merupakan penyakit yang sedang mandarah daging di bangsa ini. Generasi muda merupakan aset bangsa yang di masa mendatang akan menduduki posisi atau jabatan teratas dan pembuat kebijakan di masa depan. Pemuda tidak hanya berperan sebagai objek pemberantasan dan pencegahan korupsi, tetapi juga sebagai subjek yang akan berkontribusi penuh. Oleh karena itu, seorang santri milenial harus memiliki jiwa anti korupsi dan bekal untuk terhindar dari perbuatan buruk tersebut. Seorang santri pastinya sudah sangat paham terhadap hukum-hukum sesuatu yang telah diajarkan di pondok pesantren dan mampu untuk membedakan baik yang halal, haram, makruh, ataupun mubah. Tentu bangsa ini sangat memerlukan peran seorang santri untuk menjaga kesucian anak negara ini.
SIMPULAN
Dahulu para santri di samping sebagai orang yang mengkaji ilmu ilmu agama kepada kyai, mereka juga berperan sebagai sosok pahlawan dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia dari penjajah. Fatwa resolusi jihad yang dikeluarkan oleh KH. Hasyim Asy’ari menjadi sebuah kobaran bagi para santri untuk mengobar semangat dalam memperjuangkan kemerdekaan bangsa dengan berlandaskan jihad fi sabilillah. Makna resolusi jihad sendiri tidak hanya berhenti pada zaman itu sebagai upaya peperangan fisik dalam membela bangsa, melainkan lebih dari itu. Resolusi jihad mempunyai makna yang luas yang mampu menyesuaikan seiring majunya zaman dan teknologi. Pada zaman globalisasi sekarang ini, para santri harus selalu berpegang teguh pada resolusi jihad, akan abadi dalam hati dan juga harus melek terhadap nyata dalam tindakan. Santri milenial berperan aktif sebagai promotor dan kreatif merespon perkembangan zaman. Selain menekuni ilmu keislaman dan mengabdi kepada kyai, santri milenial perkembangan TIK, serta cakap dalam memainkan perannya demi terwujudnya kemajuan bangsa yang sejahtera, adil, dan makmur.

Penulis: Fajar Alfian N. (Kepala Departemen BSO al-Fayyad 2025)
DAFTAR PUSTAKA
Effendy, D. H. (2024). PENANAMAN NILAI RESOLUSI JIHAD OLEH KIAI KEPADA SANTRI DI NAHDLATUL ULAMA (NU). Online Thesis, 17(2). Saputra, I. (2019). Resolusi jihad: nasionalisme kaum santri menuju Indonesia merdeka. Jurnal Islam Nusantara, 3(1), 205-237.
Satrio, N., & Siswanto, H. (2022). PEMBENTUKAN KARAKTER ANTI KORUPSI PADA SANTRI DI PONDOK MODERN DAARUL ABROR KACE. Abdi Bhara, 1(1).
Zulkifli, Z., & Khatami, M. (2022). Peran Santri dalam Mewujudkan Indonesia Emas 2045 “Menelisik peranan santri milenial dalam kontek kekinian”. Al-Aulia: Jurnal Pendidikan Dan Ilmu-Ilmu Keislaman, 8(2), 116-127.
Fadhli, M. R., & Hidayat, B. (2018). KH. Hasyim Asy’ari Dan Resolusi Jihad Dalam Usaha Mempertahankan Kemerdekaan Indonesia Tahun 1945. SwarnaDwipa, 2(1).
