Oleh Ahmad Ismail
Setelah menyaksikan lebih dari puluhan ribu warga sipil Palestina terbunuh dalam serangan genosida Israel semenjak 7 Oktober 2023 lalu hingga saat ini, masihkah kita bersikap netral terhadap krisis kemanusiaan ini?. Kejahatan perang yang terjadi saat ini hanyalah salah satu bentuk self-defense (pertahanan) paling brutal yang dilakukan oleh pemerintah Israel. Oleh karena itu, membenarkan serangan yang terus berlanjut selama 75 tahun yang menewaskan ratusan ribu warga Palestina sebagai tindakan membela diri adalah definisi yang salah dan secara logika tidak dapat diterima. Pada titik ini, bersikap netral bukanlah sebuah opsi yang tepat, sebab itu berarti kita tidak membela pihak mana pun, padahal sudah jelas ada satu pihak yang menghadapi ketidakadilan dan perlakuan tidak setara dari pihak yang memegang kekuasaan.
Pihak Mana yang Memiliki Kuasa?
Untuk memperjelas siapa yang harus kita bela, mari kita bandingkan antara Palestina dan Israel. Sudah tidak dapat disangkal bahwa Israel memiliki tentara militan yang dipersenjatai dengan senjata lengkap dan bahkan pertahanan militer canggih Iron Dome untuk melindungi wilayah mereka dari serangan luar. Israel bahkan telah membangun tembok perbatasan untuk memisahkan warga Palestina dari wilayah yang kini diduduki Israel.
Kondisi ini berbeda dengan Palestina, yang tidak memiliki senjata militer canggih seperti halnya Israel untuk memperjuangkan kebebasan mereka. Bahkan pejuang Hamas, yang dituduh sebagai organisasi teroris oleh Israel dan sekutu Baratnya, tidak memiliki senjata yang secanggih dan setara dengan Israel. Peralatan militer Israel telah menunjukkan ketidaksetaraan antara kedua belah pihak. Terlebih lagi, pada konflik yang terjadi baru-baru ini, pemotongan pasokan pangan, air, dan listrik menunjukkan siapa yang mempunyai kekuatan untuk mengontrol dan siapa yang tidak berdaya dan terpaksa menerima konsekuensi dari konflik tersebut.
Untuk menunjukkan perbedaan yang lebih nyata di antara keduanya adalah dengan mengakui fakta pahit bahwa Israel, tanpa rasa malu, telah mendeklarasikan kemerdekaannya di tanah Palestina yang didudukinya. Sebaliknya, masyarakat Palestina yang sudah bertahun-tahun tinggal di tanah yang diduduki justru terusir dari tanahnya dan tidak lagi mempunyai kewarganegaraan. Israel secara ilegal telah diakui sebagai sebuah negara. Berbalik fakta dengan negara Palestina, yang dahulu jaya di tanahnya sendiri, kini justru harus berjuang untuk kemerdekaannya. Sehingga menjadi jelas bahwa satu pihak merupakan negara merdeka dengan pemerintahan sendiri, sedangkan pihak lainnya berada di bawah kendali para penjajah.
Israel Bersekutu dengan Amerika
Nyatanya, dalam konflik ini, Israel tidak sendirian. Pendukungnya adalah Amerika Serikat, yang secara global diklaim sebagai negara adidaya. Presiden Amerika Serikat, Joe Biden telah menyatakan bahwa “Selama Amerika Serikat berdiri, kami tidak akan membiarkan Anda sendirian” , ungkapnya kepada rakyat Israel. Amerika telah memberikan bantuan militer kepada Israel sebesar 3,8 miliar setiap tahunnya. Konon uang tersebut untuk mempertahankan wilayah Israel dari serangan teroris. Namun fakta menunjukkan bahwa tindakan pertahanan yang dilakukan Israel adalah dengan menyerang dan membombardir wilayah Gaza sehingga menyebabkan ribuan warga sipil Palestina yang tidak bersalah terbunuh. Jelas sekali bahwa Israel dan Amerika adalah mitra nyata dalam kejahatan.
Lalu Dengan Siapa Palestina?
Meskipun bantuan militer dari Amerika kepada Israel tiada hentinya, nasib Palestina berada dalam posisi yang tidak menguntungkan. Rakyat Palestina harus menelan rasa pahit, dimana tidak ada negara yang membela Palestina seperti Amerika yang membela Israel. Bahkan beberapa negara Arab tidak secara aktif mendukung perjuangan kemerdekaan Palestina. Palestina berjuang sendirian seperti layaknya anak yatim piatu, kata Edward Said. Palestina tidak punya pilihan lain selain realita pahit yang harus diterimanya. Di tengah krisis kemanusiaan ini, masyarakat global berempati terhadap bencana kemanusiaan yang menimpa warga Palestina. Mereka melalukan penggalangan dana donasi secara massif untuk membantu rakyat Palestina bertahan hidup. Banyak juga dari mereka yang tiada henti mendukung dan bersuara demi kemerdekaan Palestina di tengah jalan-jalan kota.
Kesadaran Masyarakat Barat terhadap Palestina
Krisis Israel-Palestina yang terjadi belakangan ini menyadarkan masyarakat Barat tentang apa yang sebenarnya terjadi di Palestina. Sudah bertahun-tahun pemberitaan media Barat yang bias selalu menggambarkan Palestina secara negatif, menuduh seluruh warga Palestina sebagai teroris, yang menyerang wilayah Israel dan mengancam keselamatan warga Israel. Bias media Barat berhasil mengubah persepsi masyarakat terhadap konflik, membenarkan Israel sebagai korban teror, dan berhak membela diri.
Namun, sejak berkembangnya media sosial dan media massa, banyak orang di seluruh dunia kini dapat dengan mudah mengakses informasi terkini dari berbagai sumber dan sudut pandang. Kebenaran tersembunyi yang terkubur oleh propaganda bias media akhirnya terungkap ke permukaan. Pengeboman brutal yang dilakukan IDF yang menyasar rumah sakit, sekolah, masjid, bahkan kamp pengungsi serta menewaskan ribuan warga sipil tak berdosa di Gaza telah membuat masyarakat dunia menyadari dan bersimpati dengan warga Palestina yang menjadi korban. Mereka kini menaruh perhatian terhadap rakyat Palestina yang sudah bertahun-tahun menjadi korban. Mata mereka sudah terbuka untuk melihat apa yang sebenarnya terjadi dan mengungkap kebenaran tersembunyi tentang siapa warga Palestina dan siapa Zionis Israel.
Banyak orang telah menyadari bahwa konflik ini melampaui agama dan etnis; ini tentang kemanusiaan. Bagaimana sesama manusia bisa membenarkan atas pembunuhan terhadapa ribuan warga sipil, termasuk anak-anak dan perempuan?. Warga sipil tidak berdaya. Mereka tidak memiliki senjata apa pun, tetapi mereka dibunuh secara tidak bersalah oleh tentara yang membawa senjata di tangan mereka. Apakah ini kejahatan di era modern, dimana masyarakat mengklaim dirinya sebagai masyarakat yang beradab, namun dengan mudahnya mereka menembak, menyiksa, dan membunuh manusia yang tidak bersenjata?, atau masyarakat yang terang-terangan menuduh manusia lain layaknya binatang yang pantas untuk dibunuh?
Lalu, apakah kita masih memilih bersikap netral dan tidak memihak siapa pun?. TIDAK! Manusia harus memperjuangkan keadilan. Jelas di depan mata kita siapa yang menjadi korban pendudukan dan mempunyai kekuasaan yang lebih kecil. Membela pihak yang tidak berdaya dan mengalami ketidakadilan adalah satu-satunya pilihan tepat yang harus diambil. Dalam krisis kemanusiaan ini, rakyat Palestina adalah pihak yang menghadapi kesenjangan dan ketidakadilan. Jadi, atas nama keadilan, hak kebebasan warga Palestina harus didukung dengan tegas.
Penulis: Ahmad Ismail, santri 7 fakultas Wahab hasbullah, KMNU UIN Sunan Kalijaga.
Mahasiswa Sastra Inggris dan Junior Researcher ISAIs UIN Sunan Kalijaga
Editor : Fazlur Rahman, Santri 7 Fakultas Bisri Syansuri, KMNU UIN Sunan Kalijaga
Sumber:
The Wisdom of Edward Said Has Never Been More Relevant ❧ Current Affairs
How the US became Israel’s closest ally
The US has provided billions in military aid to Israel. What does it mean for the Gaza war?
Crisis in Gaza: why food, water and power are running out
Israel’s strict blockade has cut off vital resources and left Gaza facing a humanitarian disaster
Israel and Palestine: a complete guide to the crisis
Why is Western media accused of bias on Israel-Palestine?
Journalists sign letter alleging pro-Israeli reporting and dehumanisation of Palestinians.
Edward Said Saw the Future of Israel and Palestine
How the literary theorist’s life and work shed light on the epic failure of U.S. Middle East policy.