(Resensi buku Wali Berandal Tanah Jawa (The Bandit Saints of Java) | Penulis: George Quinn | Penerbit:Kepustakaan Populer Gramedia (KPG), 2021 | Tebal: 550 halaman | ISBN: …)
Di Jawa, makam para wali sudah tidak asing lagi bahkan menjadi salah satu tempat wajib untuk dikunjungi. Banyak makam para wali di pulau Jawa yang menjadi situs ziarah lokal yang ramai dikunjungi, misalnya makam Wali Songo yang tersebar di seluruh Jawa. Selain itu, masih banyak makam para wali yang sangat dimuliakan meskipun kurang terdengar. Kekentalan kebudayaan dan tradisi di pulau Jawa, yang salah satunya tradisi masyarakat melakukan ziarah lokal, mewarnai corak keislaman yang ada di Jawa. Hal ini tentu menjadi kekhasan tersendiri tentang bagaimana masyarakat Jawa mengimplementasikan ajaran Islam.
Berbicara ziarah makam para wali, buku Bandits Saints of Java yang sudah diterjemahkan dengan judul Wali Berandal Tanah Jawa (2021) karya George Quiin bagi saya sangat penting dibicarakan. Buku yang ditulis oleh penulis asal Australia dan ahli sastra serta kebudayaan Jawa ini menceritakan tentang pengalamannya yang sekaligus menjadi penelitiannya ketika mengunjungi makam para wali di Jawa. Seperti menjelahi Indonesia yang berbeda, membaca buku ini membuat saya terus penasaran dalam tiap kalimatnya yang fantastis. Tepatnya membaca jalan hidup yang dilalui masyatakat Jawa yang penuh dengan cerita, mitos dan legenda tentang para wali.
Buku yang ditulis dengan bahasa deskriptif dan santai layaknya bercerita membuat buku ini menarik dibaca bagi semua kalangan untuk mengenal khazanah keislaman di Jawa. Selain itu, penulis juga sangat lihai dalam menyisipkan sejarah keislaman di Jawa, cerita-cerita tentang para wali, atau asal-asul kemunculan situs ziarah. Quiin menyebut bahwa pusat ziarah tidak hanya terletak pada tempat yang ada makamnya, tetapi sebuah petilasan (jejak) wali juga menjadi tempat ziarah lokal masyarakat Jawa.
Pengalamannya berinteraksi langsung dengan juru kunci ketika berkunjung ke puluhan tempat ziarah di Jawa, membuat tulisan dalam buku ini sangat otentik. Ia menuliskan percakapan-percakapannya dengan juru kunci atau orang-orang yang ditemuinya dengan sangat detail. Misalnya, ketika Quiin berkunjung ke makam Sunan Panggung (putra Sunan Kalijaga), yang menurut buku ini diceritakan bahwa Sunan Panggung dihukum mati dengan dibakar hidup-hidup oleh raja Demak waktu itu. Sunan Panggung atau mbah Panggung dianggap menyalahi syariat karena memelihara dua anjing yang bernama Iman dan Tokid. Konon, bahkan Sunan Panggung sering membawa kedua anjingnya tersebut masuk ke dalam masjid. Perilaku nyeleneh itu yang kemudian menimbulkan keresahan masyarakat muslim, tidak terkecuali para Wali Songo.
Banyak masyarakat yang tidak dapat memahami mengapa Sunan Panggung memelihara dua anjing tersebut. Mereka menganggap bahwa apa yang dilakukan oleh Sunan Panggung merupakan perlakukan yang menyalahi syariah karena anjing merupakan hewan yang najis di dalam Islam. Singkat cerita, pada saat proses pembakaran hidup-hidup, Sunan Panggung atau mbah Panggung tidak langsung terbakar bersama dua anjingnya. Dia masih sempat menuliskan syair sebelum akhirnya lenyap terbakar (ada yang mengatakan Sunan Panggung menghilang begitu saja bersama dua anjingnya). Syair tersebut kemudian sangat terkenal sampai saat ini dengan nama Suluk Malang Sumirang.
Selain itu, yang sangat menarik dari buku ini adalah kemampuan Quiin dalam membaca keadaan dengan seobjektif mungkin. Quiin memahami pada setiap kali pergi ke makam yang dikunjunginya dan menuliskannya, melihat bahwa tradisi ziarah lokal menjadi ruang pertemuan yang mungkin lebih dekat dibandingkan di masjid. Di cungkup makam, misalnya, semua orang tidak terbebani untuk memberi batas antara laki-laki dan perempuan, tapi pada saat yang sama semua orang tahu bagaimana menghormati setiap orang yang sama-sama tujuannya untuk ziarah dan berdoa.
Dalam mengunjungi makam para wali, terdapat beragam tujuan masyarakat Jawa melakukannya, misalnya meminta barokah sang wali agar hajatnya dikabulkan. Dalam ajaran Islam, seseorang tidak dibolehkan meminta sesuatu kepada wali yang dikunjunginya karena tetap Tuhanlah yang Maha Kuasa atas segala sesuatu. Tapi, tidak semua orang doanya mudah diijabah dan oleh karena itu perlu perantara orang yang dianggap dekat dengan Tuhan semasa hidupnya yaitu wali. Kedekatan itu mungkin ditemui melalui pengalaman dan cerita para pendahulunya tentang karomah sang wali tersebut.
Di sinilah pembahasan mengenai khazanah keislaman di Jawa sangat menarik untuk dibaca lebih mendalam. Sebab, ada ciri khas yang sangat unik di masyarakat Jawa dalam mengekspresikan nilai-nilai keislaman mereka. Ziarah makam para wali menjadi salah satu tradisi yang sangat melekat dalam kehidupan sehari-hari. Ada beribu-ribu pengunjung dalam setiap harinya, khususnya ketika menyambut hari-hari besar dalam Islam. Ini menunjukkan bahwa ada sesuatu yang lain bagi masyarakat Jawa memandang laku spritual ziarah makam para wali.
Makam para wali bukan hanya tentang tempat di mana wali tersebut dimakamkan, tetapi lebih dari itu bagi masyarakat Jawa ia adalah sesuatu yang hidup. Misalnya, banyak masyarakat sekitar yang beruntung dengan bisa berjualan di tempat ziarah tersebut sehingga keberadaannya membawa berkah dalam hidup mereka. Pertemuan antar peziarah yang saling berdatangan juga tampak begitu hangat tanpa memandang identitas yang seringkali menimbulkan sekat. Selain itu, yang tak kalah penting makam para wali menciptakan sejarah atau cerita yang sangat menakjubkan dan sangat menarik untuk dikaji tentang bagaimana para wali memiliki pengaruh besar dalam mengajarkan agama Islam semasa hidupnya.
Buku ini bagi saya sangat menarik, karena berbeda dengan buku-buku lainnya ketika membahas sejarah yaitu sarat dengan rujukan pada tulisan-tulisan sebelumnya. Quiin menggunakan gaya penulisan yang berbeda yaitu dengan gaya tutur cerita yang sangat enak dibaca layaknya membaca novel perjalanan menyusuri khazanah keislaman di Jawa dengan ziarah makam. Tapi pada saat yang sama, tidak menghilangkan kevalidan dari apa yang dituliskannya, karena buku tersebut adalah hasil riset pribadinya.
Interaksinya dengan orang-orang yang dia temui, perbincangan dengan juru kunci hingga pengalaman mistis yang dia alami selama ziarah menjadi bacaan yang sangat menyenangkan. Buku ini akan mengajak kita untuk menjelajahi dan mengetahui khazanah keislaman di Jawa, termasuk tentang bagaimana ziarah makam para wali telah menjadi sebuah tradisi.
Penulis : Fazlur Rahman, Santri 7 Fakultas Bisri Syansuri
Editor : Muhammad Sirojuddin Sa’id, Santri 8 fakultas bisyri Syansuri