Kami Puan Mendukung Setiap Perempuan

“Mari bercengkerama bukan saling cengkeram”— Cahya

Isu mengenai kesetaraan gender rupanya memang asyik untuk selalu diperbincangkan. Bukan hanya dari kalangan aktivis gender, lebih luas lagi karena isu ini sudah merambah di kalangan milenial. Beberapa diskusi publik, bahasan tongkrongan, maupun media sosial banjir akan isu tersebut. Namun ternyata, masih banyak orang yang hanya menjadikan isu tersebut sebagai bahan teori dan pemanis konten di media sosialnya, miris. Pemahaman mengenai pengertian kesetaraan gender memang seharusnya bukan lagi dalam pikiran atau ucapan saja, namun juga sikap dan perilaku.

Gender dan seks memiliki pengertian yang berbeda. Gender merupakan persepsi masyarakat akan karakteristik yang dimiliki seseorang sehingga dapat dikatakan maskulin atau feminine dari segi kultural maupun sosial. Hal ini lebih merujuk pada peran, ekspresi, sikap, dan perilaku seseorang. Sedangkan seks merupakan karakter biologis manusia yang dapat dilihat dari organ reproduksi, kromosom, serta hormon. Seks dibagi menjadi dua jenis kelamin, yaitu lak-laki dan perempuan. Gender dapat mengalami perubahan sesuai lingkungan yang membentuk, sementara seks sudah melekat dan paten pada tubuh setiap orang.

Dalam sudut pandang Islam telah dijelaskan mengenai perbedaan penciptaan Adam dan Hawa sebagai manusia awal dibumi, namun berikutnya mengenai prinsip-prinsip dasar ajaran Islam tidak ada dikotomi peranan antara laki-laki dan perempuan. Derajat kemanusiaan secara universal juga beberapa kali disinggung dalam Al Quran. Bahkan perempuan mendapatkan perhatian istimewa, yakni dengan menjadi salah satu nama surat dalam Al Quran: an-Nisa. Dalam konteks ini dapat dimengerti bahwa Islam memandang manusia secara universal, baik hak dan kewajiban memiliki unsur kesetaraan.

Baca Juga: 6 Kado Terindah untuk Orang-orang Bertakwa

Masalah di awal mengenai pemahaman kesetaraan gender yang masih kurang dalam penerapan dapat disebabkan oleh dua unsur: paham seksisme yang berkembang di masyarakat dan kelainan internalized misogyny seseorang. Seksisme merupakan prasangka ditujukan kepada gender tertentu, dengan bentuk perilaku yang diskriminatif dan tentunya sikap tidak baik. Perempuan sering kali menjadi objek seksisme. Sebanding dengan itu, internalized misogyny memiliki pengertian sebagai sebuah sikap atau perilaku membenci dan merendahkan derajat seorang perempuan yang dilakukan oleh sesama perempuan.

Lebih jauh lagi mengenai paham seksisme, benevolent sexism yaitu paham yang memiliki kesan positif dan lebih halus, padahal sangat berbahaya. Benevolent sexism cenderung manipulatif karena seakan-akan laki-laki diciptakan memiliki tugas untuk melindungi perempuan. Contoh perilaku ini salah satunya saya dapatkan dari pengalaman pribadi. Perempuan dianggap tidak layak dalam memimpin, karena terdapat anggapan bahwa perempuan mengedepankan perasaan dan emosi. Kasus yang saya temui dalam pemilihan ketua dan wakil organisasi intern di kampus, terdapat dua kandidat paslon. Pasangan calon pertama, perempuan sebagai ketua dan laki-laki sebagai wakil. Kandidat lain diduduki oleh laki-laki pada posisi ketua dan wakil. Beberapa simpulan diskusi orang-orang di sekitar saya menyatakan bahwa laki-lakilah yang seharusnya menjadi pemimpin dan masalahnya bukan kapabilitas yang mereka jadikan alasan memilih.

Perilaku memosisikan laki-laki lebih layak memimpin bukan karena kapabilitas yang dimiliki seseorang, namun karena gender seseorang tergolong aksi seksisme. Selain itu, jika aksi seksisme itu dilakukan oleh kalangan perempuan itu sendiri maka sudah terjadi kelainan internalized misogyny pada diri seorang perempuan tersebut. Anggapan lain yang dapat merefleksikan internalized misogyny antara lain: ketika perempuan memakai cadar dikatakan tidak tertindas atas perilaku masyarakat akan dirinya, akan tetapi jika tidak berjilbab dikatakan tidak tahu agama; perempuan tidak bersolek dianggap tak bisa merawat diri, sedangkan yang bersolek dianggap penggoda laki-laki; wanita yang sukses berbisnis dianggap tidak merawat anak, sedangkan pria pebisnis dikatakan husband goal; perempuan yang memutuskan menjadi ibu rumah tangga dianggap menganggur; perempuan disuruh untuk tidak terlalu sukses dan pintar agar tidak kesulitan mendapatkan pasangan; dan contoh-contoh lain.

Baca Juga: Menjauhi Orang Miskin Sama dengan Menjauh dari Rasulullah

“Lalu, sudahkah kita (laki-laki dan perempuan) setara?”

Jawaban atas pertanyaan di atas juga harus kita pertegas, terutama bagi kita perempuan muslim. Selain pandangan umum agama yang menyetarakan hak dan kewajiban kemanusiaan, ada beberapa perempuan muslim pendahulu yang memegang posisi puncak, di antaranya: (1) Khadijah ra, sebagai pelaku bisnis profesional dan top manajer dalam bidang ekonomi, (2) Aisyah ra, sebagai politisi yang mampu merepresentasi kesetaraan gender dalam politik Islam, (3) RA Kartini sebagai pendidik kaum perempuan di Indonesia, dan masih banyak lagi perempuan muslim yang dapat kita jadikan teladan.

Kesetaraan gender yang sebenarnya bukan hanya ada dalam ucapan, ungkapan dan omongan. Akan tetapi pada pola pikir, sikap hingga perilaku juga patut merujuk pada kesetaraan. Sudah seharusnya kita tidak membiarkan paham seksisme maupun internalized misogyny ini menjadi menjadi problematik kesetaraan gender berkembang. Mari bersama-sama kita dukung semua perempuan, mulai lingkup kecil yaitu perempuan-perempuan di sekitar kita. Memberikan dorongan kepada mereka sesuai apa yang menjadi pilihannya tanpa harus mendikotomi berekspresi. Lalu tanyakan pada diri, sejauh mana Puan mendukung perempuan?

 

Referensi:

Abidin, Zainal. 2017. “Kesetaraan Gender dan Emansipasi Perempuan dalam Pendidikan Islam” dalam jurnal Tarbawiyah, Vol.12, No.01.

Nareza, Meva. 2020. “Memahami Pengertian dan Perbedaan Gender dengan Seks” dalam website https://www.alodokter.com/memahami-pengertian-dan-perbedaan-gender-dengan-seks

Kanal youtube Gita Savitri: https://youtu.be/qWheeFghNxQ dan https://youtu.be/EbsbtpUuUd8

 

Penulis: Cahya Ning Lintang, Mahasiswa Jurusan Pendidikan Biologi Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta. Profil penulis dapat ditemukan di instagram @cahyanlintang

Artikel yang Direkomendasikan

1 Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *