Gus Dur: “Indonesia Bukan Negara Agama, tapi Negara Beragama”

Indonesia merupakan negara yang majemuk, banyak sekali keragaman yang ada di Indonesia mulai dari  budaya, agama, tradisi dan bahasa. Semua perbedaan tersebut disatukan oleh semboyan Bhinneka Tunggal Ika, artinya berbeda-beda tetapi tetap satu jua. Sayangnya kemajemukan ini tidak semua orang atau kelompok bisa menerimanya akibatnya banyak terjadi perpecahan atau perselisihan. Sebagai negara yang majemuk sudah sepatutnya semua rakyat Indonesia mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa.

Salah satu tokoh publik sekaligus mantan Presiden RI yakni K.H. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) yang dikenal dengan Bapak Pluralisme, beliau pernah berkata “Indonesia Bukan Negara Agama, tapi Negara Beragama”*  sebenarnya apa pesan yang ingin disampaikan oleh Gus Dur melalui perkataan tersebut? Gus Dur digelari sebagai Bapak Pluralisme karena beliau selalu membela dan berpihak kepada kelompok minoritas, baik dalam kalangan muslim, Kristen, Katolik, maupun penganut agama lainnya. Walaupun pemikiran dan sikapnya tentang pluralisme tidak serta merta disepakati oleh semua pihak. Hal ini tampak ketika konsep pluralisme diharamkan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada Juli 2005 karena pluralisme dianggap menyamakan semua agama. Namun Gus Dur tetap konsisten dengan pemikiran dan pembelaannya terhadap hal tersebut. Menurutnya, Nabi Muhammad SAW pada abad ke-6 M sudah mengajarkan bagaimana kita harus menyikapi perbedaan agama tanpa bersikap diskriminatif dan Nabi juga terkenal dengan sikapnya yang toleran. Gus Dur memang selalu menyatakan bahwa menghargai perbedaan dan toleransi adalah kewajiban yang harus selalu diperjuangkan. Beliau juga pernah berkata “Tidak penting apa pun agama dan sukumu, kalau kamu bisa berbuat baik pada semua orang maka orang tidak akan menanyakan apa agamamu”. Tindakan nyata adalah bentuk kontribusi paling berharga sebagai manusia, yang terpenting adalah berbuat baik. Apabila kita sudah menjadi manusia yang berguna maka orang lain pasti menghargai kita, apa pun agama kita.

Gus Dur memang gigih memperjuangkan pluralisme untuk merawat Indonesia. Baginya perbedaan memang sudah takdir dari Tuhan, siapa yang bisa menghindari perbedaaan agama, ras, suku dan budaya. Maka dari itu kita harus mau hidup dalam perbedaan. Gus Dur memberikan analogi yang sederhana tentang pluralisme yaitu “Bayangkan kita di suatu rumah yang besar dan memiliki kamar masing-masing yang mana kita bebas berbuat apapun baik merawat atau menggunakan kamar tersebut, tetapi ketika di ruang tamu atau ruang keluarga maka kepentingan kamar masing-masing dilebur menjadi kepentingan rumah bersama. Penghuni rumah harus bersatu merawat rumah tanpa mempersoalkan asal kamar. Begitulah kita semua memiliki rumah NKRI dimana rakyat Indonesia harus bersatu menjaga rumah NKRI tanpa harus mempersoalkan identitas apapun.

Maksud dari perkataan Gus Dur “Indonesia Bukan Negara Agama, tapi Negara Beragama” adalah  setiap orang di Indonesia boleh menganut agama apa saja, yang lebih penting dari perbedaan agama ialah menghargai perbedaan, menolong orang lain serta berhenti melakukan diskriminasi. Perkataan tersebut tentu memiliki makna yang sangat penting karena Indonesia merupakan negara yang penuh keberagaman. Gus Dur telah menyumbangkan gagasan dan teladan bagi Indonesia yang majemuk, apalagi dalam menjaga bangsa dengan segenap gagasan dan tindakan yang ditorehkannya, menjadi catatan penting bagi bangsa Indonesia untuk menjadikannya pelajaran yang berharga. Dan kesadaran akan perbedaan dan toleransi harus menjadi karakter yang dimiliki setiap warga Indonesia demi menjaga kesatuan dan persatuan tanah air Indonesia.

Sumber:

*Anom Whani W. Gus Dur: Jejak Bijak Sang Guru Bangsa. (Yogyakarta. C-Klik Media)

Pewarta : Arsyad Qusyairi, Santri 9 KMNU UIN SUKA

Artikel yang Direkomendasikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *