Isra’ Mi’raj bukan sekedar peristiwa biasa. Namun, Isra’ Mi’raj merupakan peristiwa yang amat sangat luar biasa yang dialami oleh Nabi Muhammad SAW ke langit ketujuh menggunakan buraq (makhluk tunggangan yang Allah sediakan untuk Nabi Muhammad pada peristiwa Isra’ Mi’raj), tempat tersebut biasa kita dengar dengan sebutan Sidratul Munthaha. Kata Isra’ berasal dari Bahasa arab yang berarti perjalanan malam, maksudnya adalah perjalanan Nabi Muhammad SAW dari Masjid al-Haram di Mekkah ke Masjid al-Aqsa di Palestina. Sedangkan Mi’raj berarti naik atau menuju ke atas dan menurut istilah Mi’raj adalah naiknya (perjalanan) Nabi Muhammad SAW dari Masjid al-Aqsa menuju al-Arsy (sidratul munthaha) untuk menghadap Allah SWT.
Isra’ Mi’raj terjadi pada tanggal 27 Rajab tahun 621 M, yaitu 3 tahun sebelum hijrah. Tepatnya pada malam ke-27 Rajab dari tahun ke-10 masa kenabian. Pada tahun ini, peringatan hari Isra’ Mi’raj jatuh pada hari senin tanggal 28 februari 2022 atau 27 Rajab tahun 1443 M. Peristiwa Isra’ Mi’raj ini merupakan salah satu cara Allah untuk menghibur Nabi Muhammad di kala itu. Sebab Nabi Muhammad telah kehilangan dua orang yang sangat amat dicintainya yakni Abu Thalib (Paman Rasulullah SAW) dan Siti Khadijah (Istri Rasulullah SAW), dimana peristiwa tersebut merupakan tahun kesedihan bagi Nabi Muhammad yang disebut sebagai ‘Amul Huzni (Tahun Kesedihan).
Baca Juga: Biografi Kyai Ageng Hasan Besari: Sang Guru Dari Segala Guru
Peristiwa Isra’ Mi’raj diceritakan dalam al-Qur’an, Allah memulai ayat tentang Isra’ Mi’raj dengan kalimat tasbih yakni pada surat Al- Isra’ ayat 1. Surat Al-Isra’ merupakan surat ke-17 dalam al-Qur’an dan memiliki 111 ayat serta tergolong surat Makkiyah yakni surat yang diturunkan di Mekkah sebelum Nabi Muhammad SAW hijrah ke Madinah. Dalam Tafsir menjelaskan bahwa surat Al-Isra’ mengandung kisah-kisah umat terdahulu khususnya Bani Israil. Oleh sebab itu, surat tersebut juga disebut sebagai Surat Bani Israil. Adapun firman Allah surat al-Isra’ ayat 1 yakni :
سُبْحَانَ الَّذِي أَسْرَى بِعَبْدِهِ لَيْلا مِنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ إِلَى الْمَسْجِدِ الأقْصَى الَّذِي بَارَكْنَا حَوْلَهُ لِنُرِيَهُ مِنْ آيَاتِنَا إِنَّه هُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ
“Mahasuci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda, (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”
Awal kalimat pada ayat ini menggunakan kalimat tasbih dengan menggunakan gaya bahasa istimewa, dimana tidak ada surat satu pun dalam al-Qur’an yang menggunakan kalimat tasbih. Dalam ilmu balaghah, kalimat tersebut disebut dengan kalimat I’jaz berarti kalimat yang isinya ringkas namun maknanya padat. Kalimat tersebut adalah subhanalalldzi . Isra’ Mi’raj bukan sekedar peristiwa biasa tapi Isra’ Mi’raj adalah peristiwa yang amat sangat luar biasa sampai Allah memulai ayatnya menggunakan kalimat tasbih.
Kemudian pada potongan ayat selanjutnya yakni Asra bi ‘abdihi jika diterjemahkan ke dalam bahasa Arab bermakna “yang telah memperjalankan hamba-Nya” maksud dari kata hamba dalam potongan ayat ini adalah Nabi Muhammad SAW. Kemudian, Allah menggunakan kata Al-‘Abdu (hamba) pada ayat ini yang dinisbatkan kepada Rasulullah SAW karena Allah ingin memberitahukan bahwa Rasulullah merupakan hamba yang sebenar-benarnya hamba. Setelah itu, pada kalimat Lailan yang bermakna malam hari, maksud dari makna malam disini yaitu pada kegelapan malam hari.
Baca Juga: Apa yang Salah Bukan Siapa yang Salah
Selanjutnya, pada kalimat Min al-Masjidil al-Haram Ila Masjidi al-Aqsa bermakna “Dari Masjadi Haram ke Masjid Aqsa”, maksudnya adalah perjalanan Nabi dari Masjidil Haram (Ka’bah, di Mekkah), menuju Masjidil Aqsa (Baitul Maqdis, di Palestina) yang terletak di Elia (Yarussalem). Baitul Maqdis merupakan tempat asal Nabi terdahulu, mulai dari Nabi Ibrahim AS karena itulah semua nabi dikumpulkan di Masjid al-Aqsa pada malam itu, kemudian Nabi Muhammad menjadi Imam sholat diantara mereka. Setelah itu, pada potongan kalimat Alladzi Barakna Hawlahu, “Yang telah Kami berkahi sekelilingnya ” maksudnya adalah tanaman-tanaman atau tumbuhan dan hasil buah-buahannya.
Adapun Hikmah dari peristiwa Isra’ Mi’raj terletak pada penghujung ayat yakni pada kalimat Linuriyahu Min Ayatina, Innahu Hua as-Sami’ Al-Basyir, “Agar Kami perilahatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (Kebesaran) Kami, Sesungguhya Dia (Allah) Maha Mendengar lagi Maha Melihat”. Maksud dari ayat terakhir ini adalah Kami perlihatkan kepada Nabi Muhammad SAW sebagian dari tanda-tanda kekuasaan dan keagungan Allah SWT, Allah Maha Mendengar semua ucapan dan do’a-do’a para hamba-Nya yang mukmin maupun kafir, serta yang membenarkan maupun yang mendustakan diantara mereka. Maka Allah akan memberikan balasan kepada setiap masing-masing dari mereka atas apa yang telah mereka perbuat di dunia (baik maupun buruk).
Penulis: Dewi Robiatul Adawiyah
Editor: Risma